Thursday, September 28, 2006

U Never Wonder

Mencari Kebahagiaan
Oleh : Miranda Risang Ayu

Saya ingin berdiri di Bunderan Hotel Indonesia atau Kuningan, dan bertanya secara spontan kepada para pemilik kendaraan mewah yang melintas di sana dengan serta-merta, "Apakah Anda bahagia?" Kemungkinan besar, kebanyakan dari mereka akan terlongong. Menjawab pertanyaan itu tampaknya tidak semudah menjawab pertanyaan, "Apakah Anda lapar?" atau, "Apakah Anda senang?"

Kebahagiaan adalah salah satu topik paling klasik dari psikologi dan filsafat. Kebahagiaan bisa menjadi konsep yang amat abstrak, yang merujuk Einstein, termasuk sesuatu yang menghitung, tetapi tidak bisa dihitung. Tetapi, Thomas Merton menemukan bahwa kebahagiaan itu dimulai justru ketika ambisi berakhir.

Kebahagiaan tampaknya tidak selalu harus didekati secara demikian rumit hingga hanya orang-orang yang beruntung terlahir amat cerdas dan dapat melanjutkan pendidikan tinggilah yang berhak atas kebahagiaan. Rasulullah sang mahbub adalah bukti. Ia yatim-piatu sejak usia muda dan besar dari keluarga amat sederhana. Ia tidak bisa membaca dan menulis. Ia pun menanggung penderitaan yang tidak terkira bagi ukuran manusia biasa: kehilangan anak lelakinya berulang kali, difitnah dan dimusuhi habis-habis oleh para kafir, dan ditakdirkan untuk merasakan beratnya penderitaan orang-orang beriman karena totalitas cintanya kepada Sang Khalik serta amanah-amanah yang diembannya.

Tetapi, kharisma dan kekuatan keimanannya dalam menyebarkan Islam hanya mungkin dimiliki oleh seseorang yang bahagia oleh totalitas cinta, yang sungguh mencintai dan dicintai oleh Allah sendiri, yang menyitir Lao Tze, kuat karena mencintai, dan berani karena dicintai. Rasulullah pasti telah mencapai kebahagiaan yang sejati, karena ia bisa bersyukur tidak saja ketika beruntung, tetapi bahkan ketika terluka. Kebahagiaannya, yakni kebahagiaan bergantung kepada Sang Khalik, sudah tidak tergoyahkan oleh suasana hatinya sendiri.

Jika kebahagiaan tidak ada dalam konsep pemikiran dan tidak tergantung suasana hati, lantas bagaimana? Kata para sufi, ingat nama-Nya dan lakukan semua pekerjaan dari yang paling sederhana sampai yang paling berat, tanpa terbebani hasil akhir yang memang hanya Dia Yang Maha Menentukannya. Kebahagiaan sejati adalah kehadiran-Nya di dalam intensitas amal.

Seperti apa, jangan tanyakan kepada saya. Saya pun amat ingin mengalaminya.

No comments: